1.
Penyadapan KPK terhadap Kabareskrim Susno Duadji
Konfrontasi cicak (KPK) versus buaya (Polri) yang terjadi pada 2009 berawal
dari penyadapan telepon genggam mantan Kepala Badan Reserese dan Kriminal Mabes
Polri Susno Duadji oleh KPK. KPK menyadap telepon genggam Susno karena pria
berbadan tambun itu terindikasi terlibat kasus penggelapan dana nasabah Bank
Century. Susno, kala itu, diduga menerima uang Rp 10 miliar.
2.
Penyadapan Rumah Dinas Jokowi
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumulo
mengungkapkan rumah dinas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sempat disadap.
Adapun penyadapan berlangsung sejak tiga bulan lalu.
Jokowi mengakui penyadapan itu benar terjadi. Namun ia memilih untuk tidak
terlalu memikirkannya karena merasa tak ada hal penting yang dibicarakannya di
rumah. "Yang mau disadap dari saya apa, sih?"
Pendapat :
Perkembangan telematika yang sudah sedemikian canggihnya tidak dapat menjadi
jaminan bahwa keamanan teknologi tersebut sudah 100% secure. Karena
semakin dikatakan aman suatu teknologi, maka para cracker pun
semakin ingin tahu sampai sejauh mana keamanan teknologi tersebut dapat
ditembus. Kasus penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia pun membawa
dampak positif dan negatif. Positif yaitu penyadapan ini dapat memberikan
pelajaran bahwa teknologi informasi yang digunakan masih sangat tidak aman,
maka harus berhati-hati dalam melakukan komunikasi selular untuk hal-hal yang
sifatnya kenegaraan. Lembaga yang bertanggung jawab terhadap keamanan
telekomunikasi di Indonesia pun harus lebih meningkatkan keamanan telekomunikasinya,
jangan hanya mengandalkan vendor yang menyediakan alat komunikasi tersebut,
karena teknologi selalu dapat dikembangkan. Sedangkan negatifnya, penyadapan
ini dapat memicu perselisihan antara negara yang padahal bisa saja oknum yang
meng-atas-namakan pemerintah yang melakukan penyadapan ini untuk kepentingan
pribadi. Indonesia seharusnya lebih waspada terhadap data yang berhasil
disadap, karena data tersebut dapat saja disalahgunakan dan menyebabkan
perpecahan di dalam Indonesia sendiri atau peperangan antar negara.
3. Pemerintah Australia diduga melakukan penyadapan terhadap 10 telepon seluler
pejabat Indonesia pada tahun 2009. Dua di antaranya, yaitu Wakil Presiden
Boediono dan Dino Pati Djalal (kala itu Juru Bicara Presiden Urusan Luar
Negeri), menggunakan ponsel pintar BlackBerry yang dikenal mengutamakan
keamanan.
Informasi ini terungkap dari dokumen rahasia yang dibocorkan Edward Snowden,
mantan karyawan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat.
Dalam dokumen tercatat, ponsel yang dipakai Boediono dan Dino Pati Djalal
adalah BlackBerry seri Bold 9000.
PR Manager BlackBerry Indonesia Yolanda Nainggolan enggan berkomentar soal isu
penyadapan ponsel BlackBerry yang digunakan dua pejabat tersebut. “Kami tidak
bisa berkomentar banyak karena kami juga belum mengetahui bentuk penyadapannya
seperti apa,” terang Yolanda saat ditemui di Jakarta, Selasa (19/11/2013).
Selama ini keamanan menjadi fokus BlackBerry dalam menyediakan layanan untuk
segmen korporasi dan pemerintah. Namun, hal itu tidak menjamin ponsel
BlackBerry terbebas dari penyadapan.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S
Dewa Broto mengatakan, ponsel BlackBerry yang dikenal aman sekalipun bisa
disadap. "Pada dasarnya ponsel apa saja bisa disadap, dan caranya
terbilang mudah," katanya.
Selain BlackBerry, ponsel merek lain juga digunakan oleh pejabat Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya, Kristiani Herawati atau lebih
dikenal dengan Ani Yudhoyono, tercatat memakai Nokia E90.
Pejabat lain yang disadap adalah Jusuf Kalla yang menggunakan Samsung SHG-Z370,
Andi Mallarangeng memakai Nokia E71, Widodo Adi Sucipto dengan Nokia E66, serta
Hatta Rajasa, Sofyan Djalil, dan Sri Mulyani Indrawati memakai Nokia E90.
Hukuman untuk penyelenggara telekomunikasi yang menyadapAksi penyadapan
ponsel dapat dilakukan melalui jaringan yang dimiliki penyelenggara
telekomunikasi. Sejauh ini, menurut Gatot, belum terbukti apakah kegiatan
penyadapan tersebut dilakukan atas kerja sama dengan penyelenggara
telekomunikasi atau operator seluler di Indonesia.
“Namun, jika kemudian terbukti, maka penyelenggara telekomunikasi yang
bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur dalam UU Telekomunikasi dan UU
ITE,” kata Gatot.
Aksi penyadapan bertentangan dengan Pasal 40 UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, yang melarang setiap orang melakukan kegiatan penyadapan atas
informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi.
Penyadapan juga dilarang dalam Pasal 31 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Gatot, penyadapan dimungkinkan untuk
tujuan tertentu, tetapi harus mendapat izin dari aparat penegak hukum.
Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 56
UU Telekomunikasi, adalah kurungan penjara maksimal 15 tahun. Sementara dalam
Pasal 47 UU ITE, hukuman maksimal atas kegiatan penyadapan adalah penjara 10
tahun atau denda paling banyak Rp 800 juta.